Berwisata Sekaligus Mengulik Legenda Jejak Prabu Siliwangi Di Tanah Parahyangan

Berwisata Sekaligus Mengulik Legenda Jejak Prabu Siliwangi Di Tanah Parahyangan - Pura Parahyangan Agung Jagatkartta, sebuah tempat peribadatan umat Hindu dengan bergaya tekstur Bali ini berdiri dengan indahnya di Kaki Gunung Salak, tepatnya di Kampung Warung Loa, Ciapus, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Menurut informasi yang beredar, Pura Parahyangan Agung Jagatkartta ini merupakan pura terbesar di Indonesia kedua setelah Pura Besakih di Bali.


Pura yang didirikan pada 1995 ini dapat ditempuh dengan angkutan umum sekitar kurang lebih satu jam perjalanan dari Bogor Trade Mall (BTM) ke arah Ciapus dengan ongkos tidak sampai Rp 10.000 rupiah saja. Namun, angkutan umum hanya bisa mengantarkan anda sampai di simpangan kecil menuju pura. Anda bisa menyewa ojek untuk sampai ke lokasi pura.


Pura Parahyangan Agung Jagatkartta mempunyai arti “Tempat yang Indah dan Mulia Istana Tuhan Yang Maha Agung”. Konon pura ini dulunya merupakan lokasi dimana Pakuan Pajajaran Sunda berdiri, yang mengalami kejayaannya pada abad ke-16 di bawah pemerintahan Prabu Siliwangi, sebelum ditaklukkan oleh Muslim Jawa.


Pura Parahyangan Agung Jagatkartta


Pakuan Pajajaran merupakan ibukota Kerajaan Sunda Galuh, yakni kerajaan Hindu terakhir di Indonesia (satu periode dengan Majapahit) yang menjadi salah satu sisi kebanggaan dari masyarakat Bogor dan Sunda. Walaupun kepercayaan mayoritas masyarakat Sunda adalah Islam, namun tetap saja tidak menyurutkan rasa bangga mereka pada Kerajaan Hindu ini.


Berdasarkan legenda, letak pendirian Pura Parahyangan Agung Jagatkartta ini diyakini sebagai tempat dimana Prabu Siliwangi menghilang beserta seluruh pasukannya. Menghilangnya Prabu Siliwangi beserta seluruh pasukannya tersebut dianggap mencapai moksa, yaitu pergi ke Surga dengan membawa raganya.


Sebelum pura didirikan, pada 1981 di lokasi ini dikenal sebagai tempat Batu Menyan yaitu batu yang mengeluarkan asap dupa setiap hari. Sebuah cerita masyarakat juga menyebutkan bahwa sering melihat cahaya putih dari langit dengan sinarnya yang terang turun ke batu. Sehingga membuat rumput-rumput sekitar yang turut bersinar terang.


Umat Hindu lalu memutuskan sebelum membangun pura, terlebih dahulu membangun candi dengan patung macan berwarna putih dan hitam sebagai penghormatan untuk Prabu Siliwangi yang konon menjelma menjadi macan yang akan menjaga Tanah Sunda. Tak sedikit pula yang megatakan bahwa dulu sering ada hal-hal ghaib yang terjadi di wilayah ini.


Pura Parahyangan Agung Jagatkartta merupakan tempat yang suci bagi Umat Hindu. Oleh karena itu, pengunjung maupun wisatawan dilarang memasuki pura utama kecuali bagi mereka yang memang akan melakukan ritual sembahyang. Akses yang diperbolehkan bagi pengunjung hanya sampai di pelataran luar pura.


Selain dilarang untuk masuk ke pura utama, pengunjung juga diharuskan mematuhi berbagai peraturan yang telah dituliskan pada pintu masuk pura, seperti pengunjung tetap berjalan di sisi kiri, wajib menjaga keheningan dan kebersihan pura, dan selama berada di pura, pengunjung wajib menjaga kesucian serta harus berpakaian sopan.


Alasan tata tertib di pura tidak lain hanya untuk menjaga tempat peribadatan agar tetap suci dan tidak mengganggu Umat Hindu yang sedang beribadah di dalam pura utama. Apapun agamanya, tentu membutuhkan ketenangan tempat agar ibadah dapat dilakukan dengan khusyuk. Dan karena tujuan utamanya merupakan tempat ibadah, Pura Parahyangan Agung Jagatkartta pun juga tidak menentukan tarif masuknya.


Selanjutnya, selain dapat melihat keberagaman umat beragama di Indonesia sekaligus mengunjungi tempat bersejarah, Pura Parahyangan Agung Jagatkartta juga menyuguhkan pemandangan yang menawan di kaki Gunung Salak. Jadi, berhentilah berfikir bahwa wisata religi itu terlalu biasa dan membosankan.


 

Posting Komentar

0 Komentar