Belajar Komposisi Fotografi Lewat Touring dan Momen Sederhana

Foto 1. Ilustrasi Bermain-main dengan Komposisi Fotografi. Foto dokumentasi Sparklepush.com
Foto 1. Ilustrasi Bermain-main dengan Komposisi Fotografi. Foto dokumentasi Sparklepush.com

Ada hal yang selalu membuatku terpikat pada hobi fotografi: cara sebuah gambar sederhana bisa menyimpan begitu banyak rasa. Tapi semakin lama aku memotret, aku sadar bahwa kuncinya bukan hanya pada apa yang kita lihat — tapi bagaimana kita menempatkan semuanya di dalam bingkai. Itulah komposisi.

Jujur, memilih hobi fotografi itu berat sana, berat sini. Kalau orang ngapak Brebes bilang "Abot, Alot" — berat saat digenggam dan terlalu keras pula untuk di "kunyah". Tapi apa mau dikata jika hati sudah terlanjur cinta meskipun harus merogoh kocek dalam saat meminang Sony A500, kamera DSLR pertama saya.

Dan dengan Sony A500-lah, sedikit-demi sedikit saya memulai belajar fotografi dan aku memulainya lewat bermain-main dengan komposisi fotografi.


Foto 2. Pagi hari di Negaradaha. Foto dokumentasi Sparklepush.com
Foto 2. Pagi hari di Negaradaha. Foto dokumentasi Sparklepush.com

Aku ingat satu pagi di Negaradaha, jalur lingkar Bumiayu, Kab. Brebes, ketika kabut masih menggantung rendah di atas sawah. Sebelum sinar matahari pertama menembus pelan di antara batang padi, dan dunia terasa seolah melambat. Saat itu aku menurunkan kamera Sony A500 — hanya ingin merasakan keseimbangan sederhana antara garis horizon, warna langit, dan suara jangkrik di kejauhan. Baru setelahnya aku membingkai dan memotret, bukan karena ingin “mengambil” gambar, tapi karena tak ingin kehilangan rasa damai yang ada di momen itu.

Komposisi Fotografi Itu Apa Sih?

Kalau diibaratkan, komposisi itu seperti tata letak kata dalam puisi. Semua elemen diatur supaya terasa harmonis dan punya irama.

Dalam fotografi, komposisi adalah cara kita menempatkan objek, garis, warna, dan cahaya di dalam bingkai agar gambar punya cerita yang hidup.

1. Aturan Sepertiga: Tempat Cerita Dimulai

Di kamera Sony A6400, aku sering menyalakan grid lines untuk membantu menempatkan objek di titik sepertiga. Bukan karena ingin kaku mengikuti teori, tapi karena ingin memberi ruang bagi cerita agar bisa bernapas.

Foto 3. Komposisi Aturan Sepertiga yang cocok untuk memulai cerita. Foto dokumentasi Sparklepush.com
Foto 3. Komposisi Aturan Sepertiga yang cocok untuk memulai cerita. Foto dokumentasi Sparklepush.com

Pada sisi ruang yang tak terisi oleh apapun, maka ia akan bercerita, lihatlah kebahagiaan sederhana, memberi nafas lega bagi mereka yang membiarkan ruang hampa tak terisi oleh hal-hal yang menyesakkan. Itulah yang aku rasakan saat memotret seorang pengendara motor dan memboncengkan anak-anaknya. Menurutku, foto ini cocok diberi judil "Two wheels of happiness". Gimana menurut Klepusher.

Foto 3 di atas sebenarnya ingin saya tampilkan di travel story atau adventure tale saat saya mengobati rasa penasaran keberadaan Kampung Jalawastu. Sebuah desa konservatif yang ada di Desa Ciseureuh, Kecamatan Ketanggungan, Kab. Brebes. Foto ini adalah semacam street photography versi sparklepush.com saat saya berpulang dari Kampung Jalawastu.

Jujur, saya butuh penilaian dari Klepusher apakah Foto 3 ini masuk dalam komposisi rule of third.

Yuk, sharing is caring di kolom komentar ya.

2. Garis-Garis yang Menuntun Mata

Saat touring, aku kadang kepincut sama jalan yang berkelok-kelok atau deretan tiang listrik di tengah ladang. Garis-garis itu menuntun mata, membawa penonton berjalan bersama dalam foto — dari ujung bingkai ke ujung cerita.

Komposisi ini disebut juga dengan leading line.

Saya pernah memotretnya, garis berliku dari ujung bingkai yang menjadi bagian dari sebuah cerita pejalanan menuju Telaga Renjeng, salah satu tempat wisata favorit dengan nuansa danau di pegunungan nan asri. Dan foto ini adalah bagian dari perjalananku.

Foto 4. Leading Line Composition - Road to Telaga Renjeng - Jalur Lingkar Bumiayu. Foto dokumentasi Sparklepush.com
Foto 4. Leading Line Composition - Road to Telaga Renjeng - Jalur Lingkar Bumiayu. Foto dokumentasi Sparklepush.com

3. Ruang Kosong yang Berbicara

Kadang foto terbaik justru muncul ketika sebagian besar bingkai tampak “kosong”. Seperti momen emosional saat aku membingkai langit senja, sunset, dan Tanjung Cikole yang melebur dalam gelora suasana jingga — ruang kosong itu memberi jeda, dan jeda itu aku bekukan dengan Sony A500.

Foto 5. Langit Senja Pantai Pangandaran dan siluet Tanjung Cikole. Foto dokumentasi Sparklepush.com
Foto 5. Langit Senja Pantai Pangandaran dan siluet Tanjung Cikole. Foto dokumentasi Sparklepush.com

Tak ada lagi kata-kata puitis yang mengalir kala itu. Ruang kosong di langit Pantai Pangandaran itu seakan menghanyutkan segala sesak dan luruhlah sudah kerinduan bersama ombak yang semakin tenang.

Saat ruang kosong berbicara tentang cahaya siang yang melimpah, udara bersih, hembusan angin dan ombak yang nampak tenang. Itu bukan tanpa cerita. Tapi sebuah perahu wisata tanpa penumpang di Pantai Randusanga Indah tetap harus melaju, mencari para penikmat week end untuk melucuti seluruh beban pikirannya di sini dengan mengarungi laut utara sejenak. Sementara itu sang nahkoda tetap harus cari cuan dengan merobek keheningan langit yang dalam. Waduh, aku mulai kersukan kata-kata puitis dan melankolis ๐Ÿ˜‚

Foto 5. Membelah keheningan di Pantai Randusanga Indah. Foto dokumentasi Sparklepush.com
Foto 5. Membelah keheningan di Pantai Randusanga Indah. Foto dokumentasi Sparklepush.com

4. Eksperimen dan Intuisi

Aku suka berpindah dari Sony A500 ke A6400 saat menjajal komposisi. Sensor dan karakter warnanya berbeda, dan hasilnya sering mengejutkan. Tapi di situlah serunya — membiarkan intuisi bekerja, sambil terus belajar dari kesalahan kecil di setiap jepretan.

Pada akhirnya, komposisi bukan soal mengikuti aturan, tapi soal menikmati rasa dan menemukan keseimbangan. Tentang bagaimana kita melihat dunia lewat kamera, dan bagaimana dunia mengajarkan kita cara memandang balik — pelan, tapi penuh makna.

Posting Komentar

0 Komentar