Mengaku Pecinta Lingkungan? Hindari 3 Makanan Populer di Kalangan Wisatawan Ini, Ya!

Mengaku Pecinta Lingkungan? Hindari 3 Makanan Populer di Kalangan Wisatawan Ini, Ya! - Kuliner jadi bagian yang tak terpisahkan saat traveling. Rasanya tidak lengkap jika pergi ke suatu wilayah namun tidak mencoba makanannya. Sayangnya, beberapa makanan ini ternyata dilarang untuk dikonsumsi karena dimasak dari satwa yang dilindungi. Namun, masih saja ada pedagang nakal yang menjualnya.

Nah, agar kamu tidak ikut menyantap kuliner terlarang ini, yuk kenali apa saja makanan popular yang perlu dihindari!

-1. Telur dan Daging Penyu-

Ilustrasi telur penyu - Hindari Makanan Populer Ini - teropongbisnis.com

Jika Keplusher main ke daerah pesisir Kalimantan, Sumatera, dan Jawa, kemungkinan kamu masih menemukan pedagang yang menjajakan telur penyu. Harganya bervariasi antara 8-10 ribu rupiah per butir. Ukurannya sebesar bola pingpong, cangkang telurnya lebih lunak dibandingkan telur ayam, bentuknya agak penyok dan apabila dimasak telurnya tidak akan matang sempurna.

Namun, tahukah Kepluseher, 6 dari 7 spesies penyu laut ada di Indonesia, dan 4 di antaranya bertelur di sepanjang pantai Indonesia. Seekor penyu bisa menghasilkan sekitar 50-100 butir telur per sarang dan bisa membuat 5-8 sarang. Meskipun terkesan banyak, tidak semua telur-telur ini berhasil menetas. Bahkan, tidak semua bayi penyu berhasil melewati pantai dan mencapai lautan.

Penyu bisa mengetahui tempat ia ditetaskan dan kembali ke pantai yang sama untuk bertelur setelah 10 tahun. Jika habitatnya dirusak atau populasinya menurun tajam akibat pencurian telur ilegal, dampaknya akan dirasakan oleh manusia sendiri.

Pertama, penyu adalah pemakan lamun (sea grass). Jika populasi penyu menurun/punah, lamun akan terlalu rimbun kemudian menghalangi sinar matahari dan mematikan ekosistem bawah laut. Akibatnya, ikan tidak bisa makan dan populasinya ikut menurun. Sebagai negara maritim dengan kekayaan laut yang luar biasa, rusaknya ekosistem laut tentu akan mengurangi kinclongnya Indonesia.

Kedua, telur penyu yang tidak menetas dan bayi penyu yang tidak berhasil mencapai laut akan membantu mengurangi terjadinya erosi laut. Nah, jika telur penyu terus diambil dan dijadikan makanan, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan akan terjadi erosi laut.

-2. Sup Sirip Hiu-

Hindari Makanan Populer Ini - pojokpulsa.co.id

Saat liburan ke pantai bersama keluarga, kuliner apa yang dicari? Sajian laut, tentu! Tapi Keplusher harus berhati-hati memilih menu.

Kuliner sup sirip hiu mungkin tidak marak dijajakan di restoran dekat pantai. Namun, sup sirip hiu cukup populer sebagai jamuan imlek. Satu mangkuknya saja bisa dibanderol dengan harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Sayangnya, perburuan hiu terbilang cukup sadis. Beberapa pengumpul ikan hanya memotong bagian sirip hiu saja kemudian mengembalikannya ke laut sehingga mereka tidak bisa berenang dan mati akibat kehabisan darah. Yang paling menyedihkan, permintaan sirip hiu di dunia banyak dipasok oleh Indonesia.

Padahal, hiu menjadi bagian penting ekosistem Indonesia. Mereka tergolong spesies yang lambat bereproduksi dengan jumlah per kelahiran sekitar 10 ekor. Sebagai predator, hiu mengendalikan populasi ikan yang dikonsumsi manusia. Jika populasi hiu menurun akibat pengambilan tak terkendali, maka dampaknya bermacam-macam: populasi ikan konsumsi akan menurun akibat meningkatnya populasi pemangsa, penyebaran penyakit ikan sebab hiu memakan ikan sakit, kepunahan lobster akibat meningkatnya populasi gurita sebagai mangsa hiu, dan lain-lain.

-3. Daging Anoa & Babi Rusa-

Hindari Makanan Populer Ini - amherstwire.com


Anoa dan Babi Rusa juga termasuk hewan yang dilindungi. Kalau keplusher berkesempatan main ke Sulawesi, mungkin akan diajak ke Pasar Tomohon untuk mencicipi kuliner ekstrem seperti tikus putih, ular piton, kelelawar, dan lain-lain.

Sejak tahun 2012, Pasar Tomohon berhenti menjajakan daging/kuliner yang berasal dari satwa yang dilindungi. Sayangnya perburuan anoa dan babi rusa masih terbilang marak untuk dijual di pasar gelap, terutama menjelang akhir tahun.

Upaya konservasi tidak akan berhasil jika masih ada permintaan dari wisatawan/konsumen. Maka dari itu, mari jadi wisatawan yang peduli terhadap lingkungan dengan menghindari kuliner terlarang seperti di atas!

Posting Komentar

0 Komentar